Minggu, 15 Maret 2015
Jumat, 16 Januari 2015
Kisah Nabi Ismail AS
KISAH
NABI ISMAIL A.S
Disusun
oleh :
· Ananda
Ade Kutari : 21412A0006
· Susy
Afriani : 21412A0126
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2014
Nabi
Ibrahim a.s mempunyai dua orang istri. Istri pertama bernama Sarah dan istri
kedua bernama Hajar. Sarah melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama
Ishak, dan Hajar melahirkan seorang anak laki-laki pula yang bernama Ismail.
Sarah
merasa kurang senang hidup bersama Hajar. Berkali-kali ia meminta kepada
suaminya agar Hajar dan anaknya di pindahkan saja ke tempat lain. Nabi Ibrahim
a.s tidak segera menuruti permintaannya. Barulah setelah menerima perintah
Allah, Nabi Ibrahim a.s mengajak Hajar dan Ismail pindah ke Mekah.
Ismail
pada waktu itu masih menyusu. Ia terpaksa harus ikut kedua orangtuanya menempuh
perjalanan jauh. Perjalanan yang melelahkan. Hajar dan Ismail diletakkan di
daerah yang tandus, dan padang pasir yang sunyi dan terik matahari yang
menyengat kulit. Tak ada seorangpun kecuali mereka berdua.
Asal Usul Telaga Zam – Zam
Karena di sekitar tempat itu tidak ada mat air, sedangkan
perbekalan sudah habis, Ismail pun merasa kehausan. Ia menangis karena tak kuat
menahan rasa haus.
“Sabarlah anakku, Ibu
akan mencari air untukmu.” Demikian kata Hajar sambil berlari-lari mencari
air.
“Ya Tuhan, tolonglah
hamba-Mu ini yang sedang dalam bahaya kematian : Kami bertambah payah, lemah,
dan kehausan.” Hajar berlari ke bukit Shafa tetapi tidak mendapatkan air. Kemudian
turun dan naiklagi ke bukit Marwa. Namun, tak ada setetes air pun.
Dengan berlinang air mata ia berkata : “Oh, sabarlah anakku, sabar.”
Tiba-tiba tak jauh dari Ismail, Nampak seorang lelaki
datang menghampiri. Lelaki itu menjejakkan kakinya ke tanah, maka keluarlah air
yang berlimpah-limpah dan memancar kesegenap penjuru. Lelaki tersebut tak lain
adalah malaikat yang diutus oleh Allah SWT.
Hajar segera berlari ke tempat itu untuk mengambil air.
Dengan demikian, terhindarlah Ismail dari kematian karena haus.
Lelaki yang tak lain adalah malaikat Jibril itu kemudian
berkata : “Zam-Zam! Zam-Zam!”
Artinya berkumpullah. Maka air pun berkumpul menjadi mata air yang sejak itu
disebut TELAGA ZAM-ZAM.
Sebelum Jibril pergi, ia berpesan kepada Hajar : “Hai Hajar! Jangan engkau merasa khawatir
akan kehabisan air. Jangan takut, telaga ini bukan untuk orang-orang di sini
saja. Melainkan juga untuk tamu tamu Tuhan. Dan Bapak anak ini nanti akan
datang untuk membangun rumah Allah di tempat ini.”
Yang dimaksud tamu-tamu Tuhan adalah orang-orang yang
mengerjakan ibadah haji. Yang dimaksud rumah Allah adalah Ka’bah.
Memang, bekas perjalanan Nabi Ibrahim a.s, Hajar, dan
Ismail sampai zaman sekarang ini dijadikan amalan ibadah haji.
Dengan adanya sumur zam-zam inilah, maka banyak berdatangan
burung-burung padang pasir. Mereka berkerumun disekitar sumur sehingga menarik
perhatian para khalifah yang melewati tempat itu. Semakin lama semakin banyak
orang yang berdatangan dan menetap di tempat itu bersama Hajar dan Ismail.
Hajar dan Ismail dianggap sebagai pemilik tempat itu
sehingga para pendatang yang berasal dari suku Jurhum itu sangat
menghormatinya. Mereka meminta izin terlebih dahulu sebelum mengambil air
zam-zam dan mendirikan tempat tinggal di sekitar sumur zam-zam.
Ujian Berat bagi Ibrahim dan Ismail
Pada suatu hari, Nabi Ibrahim a.s menyembelih kurban fisabilillah
berupa 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Banyak orang
mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-kagum atas kurbannya.
“Kurban sejumlah itu bagiku belum
apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku
sembelih karena Allah dan aku kurbankan kepada-Nya.” kata Nabi Ibrahim a.s, sebagai ungkapan
karena Sarah,
istri Nabi Ibrahim belum juga mengandung.
Kemudian
Sarah menyarankan Nabi Ibrahim a.s agar menikahi Hajar,
budaknya yang negro, yang diperoleh dari Mesir. Ketika berada di daerah Baitul
Maqdis, beliau berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak, dan doa
beliau dikabulkan Allah SWT. Ada yang mengatakan saat itu usia Ibrahim mencapai
99 tahun. Dan karena demikian lamanya maka anak itu diberi nama Ismail,
artinya "Allah telah
mendengar". Sebagai ungkapan kegembiraan karena akhirnya memiliki
putra, seolah Nabi Ibrahim a.s berseru : "Allah
mendengar doaku".
Ketika usia Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada pula yang
berpendapat 13 tahun), pada malam Tarwiyah, hari ke-8 di bulan Dzulhijjah, Nabi
Ibrahim a.s bermimpi ada seruan, “Hai
Ibrahim! Penuhilah nazarmu (janjimu).”
Pagi harinya, Nabi Ibrahim a.s pun berpikir dan merenungkan arti
mimpinya semalam. Apakah mimpi itu dari Allah SWT atau dari setan? Dari sinilah
kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari Tarwiyah (artinya, berpikir/merenung).
Pada malam ke-9 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim a.s bermimpi
sama dengan sebelumnya. Pagi harinya, Nabi Ibrahim a.s tahu dengan yakin
mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut
dengan hari ‘Arafah (artinya mengetahui), dan bertepatan
pula waktu itu beliau sedang berada di tanah Arafah.
Malam berikutnya lagi, Nabi Ibrahim a.s mimpi lagi dengan mimpi
yang serupa. Maka, keesokan harinya Nabi Ibrahim a.s bertekad untuk
melaksanakan nazarnya itu. Karena itulah, hari itu disebut dengan hari
menyembelih kurban (Yaumun Nahr).
Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim a.s bermimpi
untuk yang pertama kalinya, maka Nabi Ibrahim a.s memilih domba-domba gemuk,
sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang
menyantapnya. Nabi Ibrahim a.s mengira bahwa perintah dalam mimpi sudah
terpenuhi. Untuk mimpi yang kedua kalinya, Nabi Ibrahim a.s memilih unta-unta
gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang
menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi. Pada
mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu,
Ismail.” Nabi Ibrahim a.s terbangun seketika, langsung memeluk Ismail dan
menangis hingga waktu shubuh tiba.
Untuk melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, Nabi Ibrahim a.s
menemui istrinya terlebih dahulu, Hajar. Nabi Ibrahim a.s berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling
bagus, sebab ia akan kuajak untuk bertamu kepada Allah.” Hajar pun segera
mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta meminyaki dan menyisir
rambutnya.
Kemudian Nabi Ibrahim a.s bersama putranya berangkat menuju ke
suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang. Pada saat
itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu.
Mondar-mandir ke sana ke mari. Ismail yang melihatnya segera mendekati ayahnya.
“Hai Ibrahim!
Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” seru Iblis.
“Benar, namun aku diperintahkan
untuk menyembelihnya.” jawab Nabi Ibrahim a.s.
Setelah gagal membujuk ayahnya, Iblis pun datang menemui ibunya,
Hajar. “Mengapa kau hanya duduk-duduk tenang saja, padahal suamimu
membawa anakmu untuk disembelih?” goda
Iblis. “Kau jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah
membunuh anaknya?” jawab Hajar. “Mengapa
ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih putranya?” rayu Iblis lagi.
“Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya.
“Ia menyangka bahwa Allah
memerintahkannya untuk itu.” goda Iblis meyakinkannya. “Seorang
Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Seandainya itu benar, nyawaku
sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia itu, apalagi hanya dengan
mengurbankan nyawa anaku, hal itu belum berarti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap.
Iblis gagal untuk kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk
menggagalkan upaya penyembelihan Ismail itu. Maka, ia pun menghampiri Ismail
seraya membujuknya.
“Hai Ismail! Mengapa kau hanya bermain-main dan
bersenang-senang saja, padahal ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk
menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan sebilah pedang.” “Kau dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih
diriku?” jawab Ismail dengan
heran. “Ayahmu menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu” kata Iblis meyakinkannya.
“Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh,
dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap.
Ketika Iblis hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata
lain, mendadak Ismail memungut sejumlah kerikil ditanah, dan langsung
melemparkannya ke arah Iblis hingga butalah matanya sebelah kiri. Maka, Iblis
pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah kemudian dikenal dengan kewajiban
untuk melempar kerikil (Jumrah) dalam ritual ibadah haji.
Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim a.s berterus terang kepada
putranya. “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?…” (QS. Ash-Shaffat [37] : 102).
“Ia (Ismail)
menjawab, ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya
Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat [37] : 102).
“Maka tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Wahai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar. ” QS. Ash
Shaffat [37] : 102.
Mendengar jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim a.s dan
langsung ber-tahmid (mengucapkan Alhamdulillah) sebanyak-banyaknya.
Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail berpesan kepada
ayahnya : “Wahai ayahanda!
Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga merepotkan. Telungkupkanlah
wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa iba.
Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun
sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut
berduka.”
“Tajamkanlah pedang
dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya.
Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada
ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya
dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’
Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga ibu
semakin menambah belasungkawa padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang
sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulka rasa sedih di
hati ayah,” sambung Ismail.
Setelah mendengar pesan-pesan putranya itu, Nabi Ibrahim a.s
menjawab. “Sebaik-baik kawan dalam
melaksanakan perintah Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!”
Kemudian Nabi Ibrahim a.s menggoreskan pedangnya sekuat tenaga
ke bagian leher putranya yang telah diikat tangan dan kakinya, namun beliau tak
mampu menggoresnya.
Ismail berkata : “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini
agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi
ke leherku agar para malaikat megetahui bahwa diriku taat kepada Allah SWT
dalam menjalan perintah semata-mata karena-Nya.”
Nabi Ibrahim a.s melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya,
lalu Nabi Ibrahim a.s hadapkan wajah anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan
pedangnya ke leher putranya dengan sekuat tenaganya, namun Nabi Ibrahim a.s
masih juga tak mampu melakukannya karena pedangnya selalu terpental. Tak puas
dengan kemampuanya, beliau menghujamkan pedangnya kearah sebuah batu, dan batu
itu pun terbelah menjadi dua bagian.
“Hai pedang! Kau
dapat membelah batu, tapi mengapa kau tak mampu menembus daging?” gerutu beliau.
Atas izin Allah SWT, pedang menjawab. “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk menyembelih, sedangkan Allah
penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih’. Jika begitu, kenapa aku
harus menentang perintah Allah?”
Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya
ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu). Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat [37] : 106-107).
Menurut
satu riwayat, bahwa Ismail diganti dengan seekor domba kibas yang dulu pernah
dikurbankan oleh Habil dan selama itu domba itu hidup di surga. Malaikat Jibril
datang membawa domba kibas itu dan ia masih sempat melihat Nabi Ibrahim a.s menggoreskan pedangnya ke leher putranya. Dan
pada saat itu juga semesta alam beserta seluruh isinya ber-takbir (Allâhu
Akbar) mengagungkan kebesaran Allah SWT atas kesabaran kedua umat-Nya dalam
menjalankan perintahnya. Melihat itu, malaikai Jibril terkagum-kagum lantas
mengagungkan asma Allah, “Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim a.s menyahut, “La Ilaha Illallâhu wallahu Akbar”.
Ismail mengikutinya, “Allahu Akbar wa
lillahil hamd”. Kemudian bacaan-bacaan tersebut dibaca pada setiap hari
raya kurban (Idul Adha).
Petunjuk Ibrahim kepada Putranya
dalam Memilih Istri
Semakin hari semakin banyak orang yang menetap di sekitar
sumur zam-zam. Umur Ismail semakin bertambah. Sudah tiba saatnya ia dikawinkan
dengan wanita Jurhum.
Pada
suatu hari Ibrahim mengunjungi rumah Ismail. Pada waktu itu Ismail sedang tidak
berada di rumah. Hanya istrinya yang ada di rumah.
“Dimana Ismail?” tanya
Nabi Ibrahim a.s. “Ismail sedang keluar
berburu.” jawab istri Ismail.
”Bagaimana keadaan rumah ini?” Tanya
Nabi Ibrahim a.s lagi. “Aduh,” keluh
wanita itu. “Rumah ini dalam keadaan
kesulitan dan kesempitan.” Wanita itu kemudian menceritakan keburukan dan
kekurangan Ismail.
“Apakah kamu mempunyai jamuan?”
Tanya Nabi Ibrahim a.s. “Aku tidak punya
makanan dan minuman, aku tidak punya apa-apa.” Jawab wanita itu.
Betapa
kecewa Nabi Ibrahim a.s melihat
penampilan istri anaknya itu. Wanita itu tidak menghormati suaminya dengan
menceritakan kekurangan suaminya sendiri tanpa tersisa.
Sebelum
pamit, Nabi Ibrahim a.s berpesan pada wanita itu : “Katakan kepada suamimu bahwa ambang pintu sebelah ini cepat diganti.”
Ketika
Ismail datang, diceritakan semua yang terjadi kepada suaminya, juga wasiat
ayahnya. Ismail mengangguk, kemudian berkata kepada istrinya : “Kamu harus pulang ke rumah keluargamu.”
Sesudah
bercerai dengan wanita itu, Ismail kawin lagi dengan wanita lain. Kali ini,
istrinya berbudi mulia, mukanya selalu manis dan ramah.
Ketika
Nabi Ibrahim a.s berkunjung, disambutnya dengan ramah tamah dan tidak
menceritakan kejelekan serta kekurangan Ismail. Sebelum pergi, Ibrahim berpesan
: “Katakan kepada suamimu, ambang pintu
jangan diganti.”
Bahasa
isyarat itu cepat dimengerti oleh Ismail. Kali ini ayahnya menyetujui
perkawinannya. Istrinya kali ini adalah pilihan yang tepat.
Ismail
hidup berbahagia dengan istrinya itu. Ia mempunyai beberapa keturunan. Dari
keturunannya inilah akan lahir seorang Nabi penutup yaitu Nabi Muhammad SAW.
Mendirikan Ka’bah
Tidak lama setelah peristiwa kurban. Nabi Ibrahim
a.s memperoleh perintah agar membangun Baitullah (Ka`bah). Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail :
"Wahai Ismail,
sesungguhnya Allah SWT memerintahkan padaku suatu perintah." ketika datang perintah pada Nabi Ibrahim a.s untuk
menyembelihnya, beliau menjelaskan kepadanya persoalan itu dengan gamblang. Dan
sekarang ia hendak mengemukakan perintah lain yang sama agar ia mendapatkan
keyakinan bahwa Ismail akan membantunya. Kita di hadapkan perintah yang lebih
penting dari pada penyembelihan. Perintah yang tidak berkenaan dengan pribadi
nabi tetapi berkenaan dengan makhluk.
Ismail berkata : "Laksanakanlah
apa yang diperintahkan Tuhanmu padamu." Nabi Ibrahim a.s berkata : "Apakah engkau akan membantuku?"
Ismail menjawab : "Ya, aku akan
membantumu." Nabi Ibrahim a.s berkata : "Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan aku untuk membangun rumah di
sini." Nabi Ibrahim mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu
bukit yang tinggi di sana.
Ismail
bertugas membawa batu dan Nabi Ibrahim a.s yang menyusunnya. Ketika susunan batu
semakin tinggi, Ismail membawakan sebuah batu untuk dipijak oleh Ibrahim. Batu
inilah yang kemudian diabadikan dengan mama "Maqam Ibrahim". Ismail terus mengambilkan batu dan
diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s. Kemudian, Nabi Ibrahim a.s menyusun
batu-batu tersebut dengan berpijak pada batu yang disediakan Nabi Ismail tadi.
Ketika
Nabi Ibrahim a.s dan Ismail sampai penyelesaian akhir dari sudut (rukun)
bangunan Baitullah, dan hanya tinggal satu bagian lagi belum tertutup, Nabi
Ibrahim a.s kemudian berkata "Wahai
anakku, ambillah satu batu yang memberikan daya tarik bagi manusia."
Kemudian Ismail memberikan sebuah batu. Ibrahim berkata "Bukan batu seperti itu yang aku maksud." Ismail pun
mencari lagi batu-batu yang istimewa seperti yang dipinta ayahnya. Saat Ismail
sudah membawa batu temuannya, ternyata Nabi Ibrahim a.s sudah memasangkan di
bagian itu sebuah batu yang Ismail mengetahuinya. Kemudian, Ismail bertanya ke
ayahnya, "Wahai ayahku, siapakah
gerangan memberikan batu itu kepadamu?" Nabi Ibrahim a.s kemudian
menjawab, "Telah datang kepadaku
Malaikat dari langit memberikan batu itu." Batu itulah kemudian
dikenal dengan Hajar Aswad yang
posisinya tepat di sudut (rukun) dekat pintu Ka'bah. Selesai membangun Ka'bah,
Allah SWT menurunkan Surat Al-Baqarah ayat 127-129.
"Dan (ingatlah),
ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah bersama Ismail
(seraya berdoa): 'Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah
kami berdua orang yang tunduk dan patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di
antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah
kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya
Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka
al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (QS. al-Baqarah [2] : 127-129)
Bangunan
Baitullah yang dibuat oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail memiliki tinggi
bangunan 9 hasta, panjangnya dari Hajar Aswad hingga Rukun Syami adalah 32
hasta, lebarnya dari Rukun Syami ke Rukun Gharbi 22 hasta, panjang dari Rukun
Gharbi ke Rukun Yamani 31 hasta, dan lebar dari Rukun Yamani ke Hajar Aswad
adalah 20 hasta. Rukun yang dimaksud di sini secara harfiah artinya sudut atau
pojok.
Nabi
Ibrahim a.s membuat pintu Ka'bah sejajar dengan tanah dan tidak dibuatkan daun
pintunya. Pintu Ka'bah baru dibuat oleh Tuba Al-Humairi, seorang penguasa dari
Yaman, dan pintunya ditinggikan dari tanah. Selain bangunan kotak Ka'bah, sejak
Nabi Ibrahim a.s telah dibentuk batu melingkar yang tidak ada rukun-nya. Batu
melingkar inilah yang disebut Hijir Ismail. Ada yang mengatakan bahwa Nabi
Ibrahim a.s membangun Baitullah ini dalam usianya yang ke-100 tahun. Wallahu
a'lam.
Selesailah pembangunan Ka'bah dan orang- orang yang mengesakan
Allah SWT serta orang-orang muslim mulai bertawaf di sekitarnya. Nabi Ibrahim
a.s berdiri dalam keadaan berdoa kepada Tuhannya sama dengan doa yang dibacanya
sebelumnya, yaitu agar Allah SWT menjadikan had manusia cenderung pada tempat
itu.
"Ya Tuhan kami,
sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya
Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari
buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim [14] : 37)
Karena pengaruh doa tersebut, kaum muslim merasakan kecintaan yang
dalam untuk mengunjungi Baitul Haram. Setiap orang yang mengunjungi Masjidil
Haram dan kembali ke negerinya ia akan merasakan kerinduan pada tempat itu.
Semakin jauh ia, semakin meningkat kerinduannya padanya. Kemudian, datanglah
musim haji pada setiap tahun, maka hati yang penuh dengan cinta pada Baitullah
akan segera melihatnya dan rasa hausnya terhadap sumur zam-zam akan segera
terpuaskan. Dan yang lebih penting dari semua itu adalah cinta yang dalam
terhadap Tuhan, Baitullah dan sumur zam-zam yaitu, Tuhan alam semesta. Allah
SWT berfirman berkenaan dengan orang-orang yang mendebat Nabi Ibrahim a.s dan
Nabi Ismail a.s :
"Ibrahim bukan
seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang
yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia
termasuk golongan orang-orang musyrik. "
(QS. Ali 'Imran [3] : 67)
Allah SWT mengabulkan doa Nabi Ibrahim a.s dan beliau yang pertama
kali menamakan kita sebagai orang-orang Muslim. Allah SWT berfirman :
"Dan berjihatlah
kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya Dia lah yang memilih
kamu (untuk mengerjakan suruhan agamanya); dan ia tidak menjadikan kamu
menanggung sesuatu keberatan dan susah payah dalam perkara agama, agama bapak
kamu Ibrahim. Ia menamakan kamu : "orang-orang Islam" semenjak dahulu
dan di dalam (Al-Quran) ini, supaya Rasulullah (Muhammad) menjadi saksi yang
menerangkan kebenaran perbuatan kamu, dan supaya kamu pula layak menjadi
orang-orang yang memberi keterangan kepada umat manusia (tentang yang benar dan
yang salah). Dial ah Pelindung kamu. Maka (Alllah yang demikian sifat-Nya) Dial
ah sahaja sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Pemberi pertolongan. (QS. al-Hajj [22]: 78)
Ismail Diangkat Menjadi Nabi
“Dan ceritakanlah (Muhammad), kisah
Ismail di dalam Kitab (Al-Qur`an). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya,
seorang rasul dan nabi.” (QS. Maryam [19] : 54)
Sekian lama, Ismail
mendampingi ayahnya berdakwah. Ia pun diangkat menjadi seorang nabi dan rasul.
Ismail sangat pantas diangkat menjadi nabi karena memiliki akhlak yang mulia.
Ia sangat taat kepada Allah SWT, berbakti kepada orangtuanya, menepati janji, dan
bijaksana.
Nabi Ismail a.s
berdakwah di Mekah. Ia menyeru umat manusia agar menyembah Allah SWT dan
bertakwa kepada-Nya.
Kerasulan Ismail kepada Manusia
Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1850 SM. Allah SWT telah mengutus Nabi Ismail a.s kepada suku-suku di
negeri Yaman, dan kepada suku ‘Amaliq, yaitu orang-orang yang jangkung. Untuk
mengajak mereka mentauhidkan Allah dan menyembahnya. Amaliq adalah orang-orang
yang tinggal di Jazirah Arab dibagian Syiria.
Dan setelah keterunan beliau banyak, dengan di berkati oleh
Allah, Allah menjadikan mereka lebih kuat di atas orang-orang atau suku-suku
lain. Dia menyebarkan mereka ke negeri-negeri di sekitarnya. Mereka selalu
berderma dan berbuat baik di setiap daerah yang mereka datangi.
Kejujuran dan Keterpercayaan Ismail
a.s
Sesunggunya Nabi
Ismail a.s adalah seorang yang jujur dan tidak pernah berdusta melaksanakan
janji dan tidak pernah mengingkarinya. Oleh karena itu Allah SWT bercerita
tentang beliau kepada nabinya Muhammaad SAW:
“Dan ceritakanlah (wahai Muhammad
kepada mereka), kisah Ismail di dalam Al-Qur’an sesunggunya ia adalah seorang
yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi,” (QS.
Maryam [19] : 54).
Artinya, sebutlah dalam Al-Qur’an yang telah kami wahyukan
kepadamu hai Muhammad SAW, bahwa Ismail tidak pernah berdusta dan tidak
mengingkari janji. Maka apabila ia berjanji kepada Tuhan nya atau seseorang
diantara hamba-hambanya dengan suatu perjanjian, ia pasti melaksanakannya.
Suhail bin Aqil berkata : “Bahwasanya Ismail a.s berjanji untuk bertemu dengan seorang laki-laki
disuatu tempat. Maka ia datang sesuai perjanjian dan orang laki-laki itu lupa.
Ismail tetap disana bahkan sampai menginap.hingga kemudian orang laki-laki itu
datang keesokan harinya dan berkata kepada Ismail : “apakah kamu tidak
meninggalkan tempat ini?” ia menjawab : “tidak”. Orang laki-laki itu berkata :
“aku tak sengaja melupakannya.” Ismail kemudian berkata:”aku tidak akan
meninggalkan tempat ini sampai kamu datang.”
Demikian pentingnya kejujuran dan penepati janji pada diri
para Nabi dan orang lain.
Nabi Ismail a.s menyuruh keluarganya untuk menegakkan
shalat dan membayar zakat. Begitulah amalnya yang diridhai dan di puji disisi Tuhan
nya. Allah SWT berfirman :
“Dan ia menyuruh
keluarganya untuk sembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang
diridhai disisi tuhannya,” (QS. Maryam [19] : 55).
Keturunan Nabi Ismail a.s
Nabi Isma'il mempunyai 12 anak lelaki dan seorang anak
perempuan Bashemath, yang dinikahkan dengan anak saudaranya (keponakan), yaitu Al-’Aish bin Ishaq. Dari keturunan Nabi Ismail lahir Nabi
Muhammad SAW. Keturunan Nabi Ismail juga menurunkan bangsa Arab Musta’ribah.
Usia dan Tempat Wafat serta Kuburan
Nabi Ismail
Diceritakan
bahwa Nabi Ismail a.s hidup selama 137 (serataus tiga puluh tuju tahun).
Sejarawan Arab berkata bahwa ia meninggal Mekkah. Ia meninggal pada tahun 1779 SM di Mekkah. dan di duga bahwa di
makamkan di dekat Hajar Aswad Baitul Haram bersama ibunya. Wallahu a’alam.
Daftar Pustaka
Rahimsyah.
Tanpa tahun. 25 Kisah Nyata Nabi dan
Rosul. Solo: CV. Bringin 55.
Fikri,
Ali. 2003. Jejak-Jejak Para Nabi.
Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Anonym.
(2014). Isma’il. From http://id.wikipedia.org/wiki/Isma'il,
13 Januari 2015.
Anonym.
(2010). Kisah Kesabaran Nabi Ismail
(Sejarah Hari Idul Adha). From https://id-id.facebook.com/notes/quranic-explorer-kamus-indeks-al-quran/kisah-kesabaran-nabi-ismail-sejarah-hari-idul-adha/437286008444,
13 Januari 2015.
Anonym.
Tanpa tahun. Sejarah Pembangunan Kabah. From
http://qultummedia.com/37-artikel/ibadah-haji/306-sejarah-pembangunan-kabah,
13 Januari 2015.
Anonym.
Tanpa tahun. Kisah Nabi Ismail. From http://quran.al-shia.org/id/qesseh-quran/07.htm,
15 Januari 2015.
Setya
Oldcity. (2013). Kisah Menakjubkan Nabi
Ismail AS. From http://kisah-menakjubkan-nabi-dan-rasul.blogspot.com/2013/09/kisah-menakjubkan-nabi-ismail-as.html,
16 Januari 2015.
Anonym.
Tanpa tahun. Sejarah Pembangunan Ka’bah. From
http://ponpes-almunawwar.blogspot.com/2010/10/sejarah-pembangunan-kabah.html,
16 Januari 2016.
Langganan:
Postingan (Atom)